Kumpulan Artikel Kami

Sunday, May 27, 2018

Pentingnya Pengetahuan Dan Ketrampilan Penanganan Kegawatdaruratan Oleh Masyarakat Umum

Salah satu upaya pelayanan kesehatan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan adalah meningkatkan upaya penanggulangan penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
loading...

loading...
Pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat merupakan yang menyangkut pengetahuan dan ketrampilan untuk penanganan pertama dalam menghadapi kegawatdaruratan serta ditujukan bagi tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat dan kalangan umum yang peduli dan mau belajar untuk menghadapi dan menangani kasus gawat darurat selaras dengan sistem kesehatan nasional yang ingin mewujudkan rakyat Indonesia sehat 2010.

Untuk mencapai hal tersebut, maka kalangan umum/ orang awam diharapkan dapat melakukan tindakan kegawatdaruratan sebagai ujung tombak di dalam kegiatan masyarakat.

Tujuan Umum adalah di mana masyarakat mampu dan memahami tentang Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), seperti:
  1. Masyarakat memahami tentang SPGDT (Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat);
  2. Masyarakat dapat mengetahui seseorang gawat, mengalami sumbatan jalan nafas, pernafasan terganggu, sirkulasi terganggu dan memberikan pertolongan dasar;
  3. Masyarakat dapat mengetahui dan melakukan nafas buatan pijat jantung Peserta mampu dan melakukan pembebatan dan pembidaian;
  4. Masyarakat mampu dan melakukan transportasi pasien; dan
  5. Masyarakat mampu dan melakukan penanganan gawat darurat.
Secara Umum, keilmuan dasar yang harus dimiliki oleh masyarakat umum dalam penanganan kegawatdaruratan adalah:
☆☆☆☆☆
Poin Ke 1
Sistem Penanganan
Kegawatdaruratan Terpadu
Gawat Darurat Medik merupakan peristiwa yang dapat menimpa setiap orang. 

Bisa secara tiba-tiba dan membahayakan jiwa sehingga membutuhkan penangan yang cepat dan tepat. 

Dalam kondisi gawat darurat, diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan handal untuk bisa digunakan sebagai rujukan bagi penanganan gawat darurat, maka dikembangkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. 

Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

Salah satu jenis masalah kegawatdaruratan yang dapat menimbulkan kematian mendadak biasanya diakibatkan oleh henti jantung (cardiac arrest), dalam keadaan ini tindakan resusitasi segera sangat diperlukan. 

Jika tidak segera dilakukan resusitasi dapat menyebabkan kematian atau jika masih sempat tertolong dapat terjadi kecacatan otak permanen. 

Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar.
☆☆☆☆☆
Poin Ke 2
Kegawatan Sehari-hari
Yang Mungkin Terjadi
  1. Penanganan Cidera Kepala;
  2. Penanganan Tersedak Dan Tersumbatnya Jalan Nafas;
  3. Penanganan Henti Jantung Dan Henti Nafas;
  4. Penanganan Orang Tenggelam, dan lain-lain.
☆☆☆☆☆
Poin Ke 3
Kondisi Jalan Nafas, 
Pernafasan Dan Sirkulasi
Saat menghadapi situasi darurat seperti jika ada orang yang pingsan atau tidak sadarkan diri, penolong harus memeriksa apakah orang tersebut membutuhkan tindakan CPR. 

CPR adalah teknik yang dapat menyelamatkan jiwa, tetapi hanya boleh diberikan jika seseorang benar-benar membutuhkannya. 

Untuk memastikan apakah seseorang membutuhkan tindakan ini, penolong harus selalu memeriksa jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi darah korban sebelum melanjutkan.

1. Amati Situasinya
Saat ada seseorang yang pingsan di hadapan penolong, perhatikan lingkungan sekitar dan carilah cara untuk mendekatinya tanpa membahayakan diri sendiri. 

Penolong juga harus mengamati apakah ada tempat yang cukup lapang bagi penolong bergerak dan memberikan pertolongan. 

Jika korban berada dalam situasi yang membahayakan (seperti di tengah jalan raya), berusahalah memindahkannya ke lokasi yang aman sebelum memberikan pertolongan. Namun, jangan sampai membahayakan diri penolong sendiri. 

Tergesa-gesa memberikan pertolongan justru berpotensi mencederai diri sendiri. 

Selain tidak membantu korban, jika penolong cedera, petugas penolong justru harus memberikan pertolongan kepada lebih banyak orang.

Berhati-hatilah jika korban berpotensi mengalami cedera leher atau tulang belakang, seperti jika ia terjatuh dari ketinggian atau mengalami kecelakaan kendaraan bermotor sehingga menunjukkan tanda-tanda trauma berat. 

Penanganan terhadap tulang belakang semua orang yang terjatuh dari ketinggian atau mengalami kecelakaan bermotor harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

2. Ajak Korban Bicara
Salah satu cara terbaik untuk memeriksa respons korban adalah dengan mengajaknya bicara. Tanyakan pertanyaan seperti:
  1. "Siapa namamu?", 
  2. "Apakah kamu baik-baik saja?", dan 
  3. "Apakah kamu bisa mendengar suaraku?"

Pertanyaan ini dapat menyadarkan korban dan membuatnya memberikan respons. Selain itu, penolong juga boleh menepuk bahu atau lengan korban untuk memeriksa responsnya.

Jika cara ini tidak berhasil, cobalah berteriak satu atau dua kali untuk menyadarkan korban. Teriakkan kata-kata seperti, "Hai!" atau "Halo!" dan perhatikan apakah korban memberikan respons.

3. Usap Tulang Rusuk Korban
Mengusap tulang rusuk korban dapat membantu Anda memastikan apakah korban benar-benar tidak merespons. Penolong tidak perlu memberikan CPR kepada korban yang hanya tidak merespons tetapi masih bernapas dan sirkulasinya darahnya lancar.

Kepalkan tangan dan usapkan buku jari penolong kuat-kuat pada tulang dada korban.

Penolong juga boleh melakukan trap squeeze dengan menggenggam otot bahu korban dengan jari tangan, kemudian menekannya ke rongga tulang selangka. Merunduklah saat melakukan langkah ini, dan dengarkan suara atau tanda-tanda pernapasan.

Semua orang yang tidak sadarkan diri, tetapi masih bernapas seharusnya akan terbangun akibat nyeri yang dirasakannya. Amati reaksi korban, jika ada, untuk disampaikan ke petugas kesehatan saat mereka tiba.

4. Posisikan Tubuh Korban
Sebelum memeriksa jalan napas korban, penolong harus memosisikan tubuhnya dengan benar. Jika ada sumbatan di dalam atau sekitar mulut korban (darah, muntahan, dll.), kenakan sarung tangan dan keluarkan sumbatan itu untuk membuka jalan napas korban sebelum membaringkan tubuhnya.

Carilah permukaan yang datar sehingga tubuh korban lurus dan mudah diberi pertolongan. Pastikan kedua tangan korban berada di kedua sisi tubuhnya, serta punggung dan kakinya lurus.

Tekan lembut bahu korban sejenak. Tekanan ini akan melebarkan trakea dan membantu mengangkat rahang korban.

5. Dongakkan  Kepala Korban
Untuk membuka jalan napas korban yang terbaring di tanah, saluran napas dan kepalanya harus berada dalam posisi yang benar. Letakkan salah satu tangan di belakang kepala korban, dan tangan lainnya di bawah dagu korban. 

Dagu korban seharusnya sedikit terangkat seperti jika ia sedang mengendus.

6. Mengeluarkan Benda Asing
Jalan napas korban mungkin tersumbat sesuatu. Sumbatan ini bisa disebabkan oleh benda asing, lidahnya sendiri, maupun muntahan atau cairan tubuh lainnya. Jika jalan napas korban tersumbat muntahan atau benda lain yang dapat dikeluarkan, segera keluarkan dari mulut korban dengan memasukkan dua atau tiga jari Anda ke dalamnya. Penolong boleh menggeser posisi kepala korban ke samping sejenak untuk membantu mengeluarkan sumbatannya.

Berusahalah untuk tidak mendorong sumbatan semakin dalam ke trakea dengan hanya mengambil apa yang dapat Anda lihat dalam mulut korban. Angkat sumbatan dari mulut korban dengan menjepit, dan jangan menggalinya.

Jika lidah korban menyumbat jalan napas, cobalah teknik jaw thrust. Berjongkoklah di atas kepala korban, lihat ke arah jari kakinya. Pegang rahang korban kuat-kuat dengan kedua tangan, kemudian angkat ke atas tanpa menggerakkan kepalanya. Teknik ini akan membantu menurunkan lidah korban ke dasar rahang, dan tidak lagi menyumbat jalan napasnya.

7. Amati Tanda-Tanda Pernapasan
Ada beberapa tanda-tanda pernapasan yang dapat diamati dengan jelas pada korban. Amati menggembung dan mengempisnya dada korban saat ia menghirup oksigen ke dalam paru-paru. 

Amati juga perubahan pada hidung korban saat ia menarik napas, atau membuka dan menutupnya mulut korban saat ia menarik dan mengembuskan napas.

Jika dada korban tidak menggembung, coba geser sedikit posisi jalan napas ke kedua arah. Penolong mungkin belum memosisikan jalan napas dengan benar untuk membukanya.

Jika korban tampak terengah-engah menarik napas atau tidak dapat bernapas dengan baik, tangani hal ini sebagai kondisi korban tidak bernapas dan periksalah sirkulasi darahnya. 

8. Periksa Napas Korban
Penolong bisa memeriksa napas korban dengan merasakan atau mendengar suaranya. Letakkan tangan Anda di dekat hidung dan mulut korban untuk merasakan aliran napasnya. Jika penolong tidak bisa merasakannya, merunduklah dan dekatkan kepala penolong ke mulut korban. Rasakan aliran napasnya di pipi penolong dan dengarkan juga suara menarik atau mengembuskan napas.

Jika penolong bisa mendengar suara aliran napas normal, penolong tidak perlu memberikan CPR. Namun, penolong sebaiknya tetap menghubungi 118 jika korban tidak juga sadarkan diri. 

9. Memiringkan Korban
Membuka jalan napas mungkin sudah cukup untuk membantu korban kembali bernapas. Jika demikian,miringkan tubuh korban untuk mengurangi tekanan pada dadanya. Langkah ini akan memudahkan korban bernapas.

Rasakan sirkulasi darahnya. Setelah memastikan bahwa korban tidak bernapas, penolong harus memeriksa apakah darahnya masih mengalir. 

Dalam posisi dagu korban terangkat, letakkan jari telunjuk dan jari tengah penolong pada cekungan lehernya, tepat di bawah rahang, sebelah kiri atau kanan kotak suara atau jakun. Selipkan kedua jari penolong pada cekungan di sana. Di sanalah letak arteri karotid korban yang seharusnya akan berdenyut keras jika darahnya masih mengalir dengan lancar.

Jika denyut nadi korban lemah, atau tidak terasa, berarti ia dalam kondisi bahaya. Carilah pertolongan medis. 

Hubungi 118. Jika korban tidak bernapas atau denyut nadinya tidak terasa, penolong harus menghubungi 118. Petugas darurat yang tiba akan menolong korban dan mencari penyebab korban tidak sadarkan diri. Jika penolong sendirian, hubungi 118 terlebih dahulu, baru kemudian dampingi korban.

Jika ada orang lain di sana, mintalah ia menghubungi 118 selagi penolong mendampingi korban. 

10. Catatan Khusus
Pada bayi, penolong disarankan untuk sangat berhati-hati saat mengangkat kepala atau menekuk dagunya karena berpotensi menutup jalan napas. 

Dongakkan kepala bayi sedikit saja ke posisi "mengendus" yang membuat bayi tampak seperti mengendus udara.

Jika ada orang yang membutuhkan tindakan CPR, untuk sebagian besar kasus, segera hubungi 118. 

Jika penolong sendirian dan menangani bayi atau anak-anak, berikan CPR selama 2 menit terlebih dahulu, dan kemudian hubungi 118. 

American Heart Association juga menyarankan pemberian tindakan CPR selama 2 menit kepada korban yang tenggelam, mereka yang mengalami trauma dan overdosis obat sebelum menghubungi 118.
☆☆☆☆☆
Poin Ke 4
Nafas Buatan Dan Pijat Jantung
Kita sering melihat di televisi, ketika ada orang yang tenggelam atau kecelakaan atau mengalami serangan jantung, tiba-tiba orang lain yang melihat langsung menggenjot dada dan memberikan nafas buatan mulut ke mulut. Hal ini mungkin tidak ada di Indonesia, orang yang tenggelam bukan malah diberikan nafas buatan akan tetapi malah memukul perut untuk dikeluarkan airnya.
Tindakan seperti diatas, diluar negeri adalah hal yang umum dan sering dilakukan, karna sebagian besar penduduk disana sudah diberi pendidikan untuk melakukan tindakan nafas buatan serta indikasi kapan tindakan tersebut dibutuhkan.
Nafas Buatan disebut juga Resusitasi Jantung Paru atau Bantuan Hidup Dasar atau CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation), merupakan suatu tindakan kegawatan sederhana tanpa menggunakan alat bertujuan menyelamatkan nyawa seseorang dalam waktu yang sangat singkat (Rahmad, 2009).
Kapan Harus Mempraktekan RJP?
Prinsip utamanya adalah, orang yang tidak bernafas dan atau jantungnya tidak berdetak (Henti Jantung).
1. Orang Yang Tidak Bernafas
Henti napas ditandai dengan tidak adanyagerakan dada dan aliran udara pernapasandari korban. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan:
  • Tenggelam
  • Stroke (Mempunyai riwayat hipertensi, trus tiba-tiba jatuh/ pingsan)
  • Obstruksi jalan napas (Kerusakan daerah tenggorokan)
  • Epiglotitis (Peradangan Pita Suara)
  • Overdosis obat-obatan
  • Tersengat listrik
  • Infark miokard (Serangan Jantung)
  • Tersambar petir
  • Koma akibat berbagai macam kasus (Pingsan tanpa penyebab) 
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Orang Yang Mengalami Henti Jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi darah. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

Jika Kita Bertemu Dengan Orang Seperti Diatas, Apa Yang Harus Dilakukan
Ada dua prinsip penting, yaitu 
  1. Jika kita bertemu dengan orang seperti diatas, jangan lupa untuk memanggil bantuan, karna RJP hanyalah tindakan pertolongan partama yang selanjutnya perlu tindakan medis; dan
  2. Pastikan kondisinya memang sesuai dengan kriteria RJP melalui pemeriksaan primer.
Pemeriksaan Primer 
Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu :
A = airway (jalan napas)
B = breathing (bantuan napas)
C = circulation (bantuan sirkulasi)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban, yaitu :
1. Memastikan Keamanan Lingkungan Bagi Penolong
2. Memastikan Kesadaran Korban
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak/ Bu/ Mas/ Mbak.
3. Meminta Pertolongan
Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki Posisi Korban
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban harus dalam posisiterlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. 
INGAT..!!!! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur Posisi Penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
AIRWAY (Jalan Nafas)
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan tindakan :
a. Peneriksaan Jalan Napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnikCross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. 
b. Membuka Jalan Napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).
BREATHING (Bantuan Nafas)
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan Korban Tidak Bernafas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
b. Memberi Bantuan Napas
Jika korban tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban terlihat mengembang. 
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara Memberi Bantuan Pernapasan
o Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban. 
Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. 
  • Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/ kg). 
  • Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
o Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban.
o Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
CIRCULATION (Bnatuan Sirkulasi)
Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut korban
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.
  • Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban. 
  • Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.
2. Memberikan Bantuan Sirkulasi
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
  • Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum). Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
  • Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
  • Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi)  dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).
  • Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
  • Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
  • Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong. 
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
☆☆☆☆☆
RINGKASAN MELAKUKAN RJP
(Resusitasi Jantung Paru)
Sebagai Ringkasan, Penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
Penilaian korban
  • Tentukan kesadaran korban (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap). Jika korban tidak sadar maka minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi 
Jalan napas (AIRWAY)
  • Posisikan korban.
  • Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala-topang dagu.
Pernapasan (BREATHING)
  • Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan korban.
Jika korban dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak ada trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.

Jika korban dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukkan bantuan napas. 

Di Amerika serikat dan di negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
  • Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
  • Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing.
  • Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan.
  • Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.
Sirkulasi (CIRCULATION)
  • Periksa tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknva pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.
  • Jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan).
  • Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada.
  • Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar 
  • Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali tiap 10 detik.
  • Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
  • Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali tiap 10 detik.
  • Lakukan 4 siklus secara lengkap (30 kompresi dan 2 kali bantuan pernapasan) 
Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
  • Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasio 30 : 2.
  • Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
  • Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10 – 12 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
  • Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.
☆☆☆☆☆
Poin Ke 5
Bebat Bidai Dan Transportasi
A. PEMBALUATAN
Membalut adalah tindakan untuk menyangga atau menahan bagian tubuh agar tidak bergeser atau berubah dari posisi yang dikehendaki.
Tujuan
  1. Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya;
  2. Mencegah terjadinya pembengkakan;
  3. Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser; dan
  4. Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran.
Alat Dan Bahan
  1. Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga;
  2. Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi; dan
  3. Pita adalah pembalut gulung;
  4. Plester adalah pembalut berperekat;
  5. Pembalut yang spesifik; dan
  6. Kassa steril.
1. MITELLA
Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga
  • Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50 – 100 cm.
  • Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang terbentuk bulat atau untuk menggantung bagian anggota badan yang cedera
  • Pembalut ini bisa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak tangan, pinggul, telapak kaki dan untuk menggantung tangan
Cara Membalut Mitella
  1. Salah satu sisi mitella dilipat 3 – 4 cm sebanyak 1 – 3 kali.
  2. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu diikatkan.
  3. Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan pada ikatan b, atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan kepentingannya
2. DASI 
Dasi adalah mitella yang berlipat – lipat sehingga berbentuk seperti dasi.
  1. Pembalut ini adalah mitella yang dilipat – lipat dari salah satu sisi segitiga agar beberapa lapis dan berbentuk seperti pita dengan kedua ujung – ujungnya lancip dan lebarnya antara 5 – 10 cm.
  2. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis dan kaki terkilir
Cara Membalut Dasi
  1. Pembalut mitella dilipat – lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing – masing ujung lancip.
  2. Bebatkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan.
  3. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling menarik.
  4. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya.
3.PITA
Pita adalah pembalut gulung
  1. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan elastis. Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyerap air, darah dan tidak mudah bergeser (kendor).
  2. Macam – macam pembalut dan penggunaanya :
  • Lebar 2,5 cm : biasa untuk jari – jari
  • Lebar 5 cm : biasa untuk leher dan pergelangan tangan
  • Lebar 7,5 cm :biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan kaki
  • Lebar 10 cm : biasa untuk paha dan sendi panggul
  • Lebar > 10 – 15 cm : biasa untuk dada, perut dan punggung
Cara Membalut Pita
  1. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai.
  2. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya.
  3. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain secukupnya.
4. PLESTER
Plester adalah pembalut berperekat
  1. Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah tulang.
  2. Khusus untuk penutup luka, biasa dilengkapi dengan obat anti septik.
  3. Cara membalut luka dengan plester:
  • Jika ada luka terbuka : luka diberi obat antiseptik, tutup luka dengan kassa, baru lekatkan pembalut plester.
  • Jika untuk fiksasi (misalnya pada patah tulang atau terkilir) : balutan plester dibuat ”strapping” dengan membebat berlapis – lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi gerakkan tertentu perlu kita yang masing – masing ujungnya difiksasi dengan plester
5. PEMBALUTAN SPESIFIK
  1. Snelverband adalah pembalut pita yang sudah ditambah dengan kassa penutup luka dan steril, baru dibuka pada saat akan dipergunakan, sering dipakai pada luka – luka lebar yang terdapat pada badan;
  2. Sufratulle adalah kassa steril yang telah direndam dengan obat pembunuh kuman. Biasa dipergunakan pada luka – luka kecil.
6. KASSA STERIL
  1. Adalah kassa yang dipotong dengan berbagai ukuran untuk menutup luka kecil yang sudah diberi obat – obatan (antibiotik, antiplagestik).
  2. Setelah ditutup kassa itu kemudian baru dibalut
Prosedur Pembalutan 
Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan ini :
  1. Bagian dari tubuh yang mana?
  2. Apakah ada luka terbuka atau tidak?
  3. Bagaimana luas luka tersebut?
  4. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak
Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan danbdapat salah satu atau kombinasi.

Sebelum dibalut jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut yang mengandung desinfektan atau dislokasi perlu direposisi

Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
  1. Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi.
  2. Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain.
  3. Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita.
  4. Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan berlapis, lapis yang paling bawah letaknya disebelah distal.
  5. Tidak mudah kendor atau lepas.
B. PEMBIDAIAN
PENGERTIAN
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi) 

TUJUAN PEMBIDAIAN 
  1. Mencegah pergerakan/ pergeseran dari ujung tulang yang patah.
  2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah.
  3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah.
  4. Mengurangi rasa nyeri.
  5. Mempercepat penyembuhan.
MACAM – MACAM BIDAI
1. Bidai Keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidai Trakai
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
3. Bidai Improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/ Belat Dan Bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan

PRINSIP PEMBIDAIAN
  1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera ( korban yang dipindahkan).
  2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang.
  3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.
SYARAT – SYARAT PEMBIDAIAN
  1. Siapkan alat – alat selengkapnya.
  2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang diukur dulu pada anggota badan korban yang tidak sakit.
  3. Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu kendor.
  4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan.
  5. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah.
  6. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
  7. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
C. EVAKUASI
Saat tiba di lokasi kita mungkin menemukan bahwa seorang korban mungkin harus dipindahkan. Pada situasi yang berbahaya tindakan cepat dan waspada sangat penting. Penanganan korban yang salah akan menimbulkan cedera lanjutan atau cedera baru.

MEKANIKA TUBUH
Penggunaan tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatan dan pemindahan korban untuk mencegah cedera pada penolong.

Cara yang salah dapat menimbulkan cedera. Saat mengangkat ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
  1. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
  2. Gunakan tungkai jangan punggung
  3. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh
  4. Lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh saling menopang
  5. Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui korban
  6. Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap
Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan atau mengangkat korban. Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan tulang belakang. Upayakan kerja berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan koordinasi.

Mekanika tubuh yang baik tidak akan membantu mereka yang tidak siap secara fisik.

MEMINDAHKAN KORBAN
Kapan penolong harus memindahkan korban sangat tergantung dari keadaan. Secara umum, bila tidak ada bahaya maka jangan memindahkan korban. Lebih baik tangani di tempat. Pemindahan korban ada 2 macam yaitu darurat dan tidak darurat
1. Pemindahan Darurat
Pemindahan ini hanya dilakukan bila ada bahaya langsung terhadap korban
Contoh situasi yang membutuhkan pemindahan segera:
  • Kebakaran atau bahaya kebakaran
  • Ledakan atau bahaya ledakan
  • Sukar untuk mengamankan korban dari bahaya di lingkungannya :
– Bangunan yang tidak stabil
– Mobil terbalik
– Kerumunan masa yang resah
– Material berbahaya
– Tumpahan minyak
– Cuaca ekstrim
  • Memperoleh akses menuju korban lainnya
  • Bila tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi korban, misalnya melakukan RJP
Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu terjadinya cedera spinal. Ini dapat dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala dan leher semaksimal mungkin.
Beberapa macam pemindahan darurat
• Tarikan baju
• Tarikan selimut atau kain
• Tarikan bahu/lengan
• Menggendong
• Memapah
• Membopong
• Angkatan pemadam
2. Pemindahan Biasa
Bila tidak ada bahaya langsung terhadap korban, maka korban hanya dipindahkan bila semuanya telah siap dan korban selesai ditangani.
Contohnya :
• Angkatan langsung
• Angkatan ekstremitas (alat gerak)
POSISI KORBAN
Bagaimana meletakkan penderita tergantung dari keadaannya.
• Korban dengan syok
• Tungkai ditinggikan
• Korban dengan gangguan pernapasan
• Biasanya posisi setengah duduk
• Korban dengan nyeri perut
• Biasanya posisi meringkuk seperti bayi
• Posisi pemulihan
• Untuk korban yang tidak sadar atau muntah
Tidak mungkin untuk membahas semua keadaan. Situasi di lapangan dan keadaan korban akan memberikan petunjuk bagaimana posisi yang terbaik.
PERALATAN EVAKUASI
• Tandu beroda
• Tandu lipat
• Tandu skop / tandu ortopedi/ tandu trauma
• Vest type extrication device (KED)
• Tandu kursi
• Tandu basket
• Tandu fleksibel
• Kain evakuasi
• Papan spinal
☆☆☆☆☆
Poin Ke 6
Komunikasi Medik
Komunikasi Terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara tidak sadar, untuk kesembuhan seorang pasien yang dilakukan oleh tenaga medis melalui bimbingan, motivasi dan pelayanan demi kesembuhan seorang pasien. Ternyata dengan komunikasi seorang pasien bisa terbantu untuk cepat pulih dari sakitnya.

Komunikasi adalah faktor vital dalam praktik kedokteran khususnya dalam hubungan dokter-pasien. Karena dengan komunikasi yang baik dapat:
  • Meningkatkan kepercayaan pasien terhadap dokter.
  • Pasien lebih terbuka dalam memberikan informasi secara lengkap dan jujur.
  • Membantu pasien mengambil keputusan terbaik mengenai tindakan medis pengobatannya.
  • Pasien puas dengan pengobatan dokter.
  • Dokter dapat mewujudkan harapan-harapan pasien
  • Mengurangi resiko salah paham dan malapraktek
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik antara pasien-dokter perlu adanya komponen-komponen sebagai berikut (P E A R L S) :
P..partnership
  • Prinsip saling menghargai satu sama lain krn dokter-pasien bekerja bersama-sama
E..empathy
  • Dokter harus menghargai dan mengerti penderitaan pasien
A..apology

  • Dokter harus meminta maaf apabila membuat pasiennya menunggu

R..respect

  • Menghormati pendapat pasien

L..legitimization

  • Mengerti kondisi mental pasien spt marah, frustasi, depresi, dll.

S..support

  • Dokter tidak merepotkan pasien dan sebaliknya mendukung keputusan pasien berkenaan tindakan medis yang akan dilakukan.

Cara menyampaikan pesan pada saat gawat darurat:

  1. Menyampaikan pesan dengan lebih informatif.
  2. Sampaikan secara singkat dan pasien dapat dengan mudah mencerna pesan tersebut.
  3. Buatlah pasien tenang dengan informasi tersebut.
  4. Komunikasikan bila memang pasien harus menunggu beberapa saat untuk observasi terlebih dahulu.

☆☆☆☆☆
Poin Ke 7
Ambulan 118
7. Ambulans 118
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Kami harapkan artikel yang ada dapat bermanfaat bagi pembaca setia kami. Kami Harapkan saran dan kritik yang membangun atas artikel maupun blog kami. Dan jangan lupa berlangganan artikel kami. Terima Kasih

Ttd.
Admin Blog Kartar Mahameru RT.15 RW.02 Kel. Jepara Surabaya