Kumpulan Artikel Kami

Saturday, May 19, 2018

Back Door Java: Sejarah Benang Merah Ketua RT (Rukun Tetangga)

loading...

loading...
Sebagai warga Kota Surabaya, pasti istilah Ketua RT sangatlah tidak asing. Pejabat Diluar Administrasi Pemerintah ini mempunyai peran sentral pembangunan sebuah Kota. Benang merah historisnya tentang Ketua RT ini bisa ditarik dari zaman pendudukan Jepang.
Dimulain dari Militer fasis dimana selalu ingin memasukkan kuasanya sampai ke lapisan terbawah. Terbatasnya jumlah militer Jepang dari Tentara ke XVI di Jawa, mau tidak mau harus merepotkan orang-orang Indonesia untuk urusan mengantisipasi mata-mata. 

Setelah membubarkan Gerakan 3A dan Putera, petinggi militer Jepang membangun Jawa Hokokai (Persatuan Kebaktian Jawa) pada 1944. 

Di dalam Jawa Hokokai ini ada perangkat yang membantu Jepang untuk mengantisipasi mata-mata asing Tonarigumi.

Di Jepang, menurut catatan Jan Newberry dalam Black Door Java.

Negara, Rumah Tangga, dan Kampung di Keluarga Jawa (2012), Tonarigumi:
Serupa dengan Goningumi di Jepang, kelompok lima sampai sepuluh rumah tangga (keluarga).
(Hlm.41)

Jika tiap Tonarigumi hanya sepuluh orang, maka Komico (Ketua Tonarigumi) akan sangat mudah mengenali warganya dan mudah pula mengenali orang asing. Di atas Tonarigumi, menurut catatan Aiko Kurasawa dalam Mobilisasi dan Kontrol: 
Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa, 1942-1945 (1993), ada Rukun Warga alias Azajokai, yang dipimpin Asacho.
(Hlm.204)

Tulisan M.C bahwa Tonarigumi berguna dalam:
Mengorganisasikan seluruh penduduk menjadi sel-sel yang terdiri atas sepuluh hingga dua puluh keluarga untuk mobilisasi, indoktrinasi dan pelaporan.

Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008: 436) dimana dalam sistem ini, penguasa terbawah pemerintahan seperti kepala desa bertanggung jawab atas sel-sel tersebut dan terkait indoktrinasi sejak Februari 1944 kepala desa mulai menjalani kursus. 

Tonarigumi bisa dikatakan cikal bakal Rukun Tetangga alias RT dan dimana masa kini para Ketua RT di masa kini kerap disebut secara akrab dengan Pak RT jika laki-laki. 

Didalam tulisannya, Aiko menjelaskan bahwa:
Baikkumicho maupun azacho mestinya dipilih oleh anggota. Tetapi dalam kenyataan, kebanyakan di antara mereka diangkat oleh kucho (kepala desa).


Lebih lanjut, Aiko menjelaskan pula jika:
Masing-masing tonarigumi menyelenggarakan pertemuan setiap 35 hari untuk menyampaikan perintah-perintah dari pemerintah, merencanakan kegiatan, membagi kupon catu, dan sebagainya.
Militer Jepang nampaknya begitu berharap pada Tonarigumi

Setidaknya untuk memberi dukungan informasi dan penangkalan mata-mata. Tak menutup kemungkinan para warga juga diminta bertempur jika Jepang nanti datang. 

Aiko Kurasawa mencatat pemerintah militer Jepang berusaha memperkuat Tonarigumi:
Misalnya, Kongres Tonarigumi Se-Jawa diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 8 November 1944 oleh Jawa Hokokai bekerja sama dengan Departemen Urusan Dalam, Departemen Propaganda (Sendenbu), dan Pemerintahan Kotamadya Khusus Jakarta.

Sebanyak 120 wakil Tonarigumi dari seluruh Jawa hadir dalam acara itu. Setelah Jepang kalah perang, Tonarigumi masih aktif di Jawa. 

Barlan Setidjaya, dalam10 November 1945: 
Gelora Kepahlawanan Indonesia (1992), mengutip koran Soeara Asia (28/08/1945), memuat maklumat soal penjagaan Tonarigumi yang diharuskan berjalan seperti biasa.
(Hlm.92)

Pemerintah lawas, tentara pendudukan Jepang, boleh saja runtuh, tapi Tonarigumi harus tegak menjaga keamanan warga. Dari semangat itulah Rukun Tetangga dan Rukun Warga lahir. 
☆☆☆☆☆
KONTROL DAN ADMINISYRASI
KETUA RT/ TONARIGUMI

Perjuangan Soenarto Tjitrodarsono Sebagai Ketua RT Pertama Di Indonesia
Soenarto Tjitrodarsono adalah pemuda terpelajar yang pernah makan bangku sekolah di HBS-KW III Jalan Salemba. 

Soenarto Tjitrodarsono di zaman Jepang yang susah, dia menyambung hidup dengan menjadi guru Taisho (senam Jepang). 

Soenarto Tjitrodarsono tinggal di Jalan Salemba Tengah nomor 30, Jakarta yang tepatnya di pinggir Jalan Salemba Tengah adalah pemukiman para pegawai dan pedagang, dan dibelakangnya tinggal buruh-buruh kecil. 

Ketika pertengahan 1944 diadakan pemilihan Ketua Rukun Tetangga atau di Zaman Jepang disebut Kumicho, Soenarto Tjitrodarsono terpilih. 

Luas wilayah RT yang dipimpin oleh Soenarto Tjitrodarsono panjangnya kurang lebih 2 km dan lebar 1 km dengan penduduk kurang lebih 1.000 jiwa. Soenarto Tjitrodarsono adalah salah satu Ketua RT di awal-awal sejarah adanya RT di Indonesia. 

Setelah Jepang kalah di Perang Pasifik, Soenarto, yang dipanggil Den Tato, rupanya tetap dipandang warga sebagai pemimpin. 

Kekerabatan ala Tonarigumi tampaknya masih eksis di Salemba Tengah. Suatu kali, salah seorang warganya yang seorang mandor asal Banten dan bekerja di perusahaan pemotongan daging Jenne, datang padanya dimana warga ini biasa dipanggil Bang Udin.  

Den Tato, pada saat itubsudah punya pos penjagaan, namun senjata tidak dimiliki. Akhirnya Den Tato merebut senjata prajurit-prajurit Jepang yang menjaga perusahaan Jenne di Gunung Sahari kita lucuti. Akan tetapi Bang Udin dan Pak RT Soenarto bingung, karena di mana-mana pos-pos militer Jepang dan total serdadu jepang sebanyak 50 militer yang dimana harus diserbu oleh rakyat sipil.

Namun pada saat itu Bang Udin Menjabarkan bahwa Inti kekuatannya saat itu adalah kurang lebih 30 buruh Jenne yang berasal dari Banten. Ini bisa ditambah pemuda-pemuda RT telah mendapat latihan militer di Seinen dan yang bisa dikerahkan oleh Pak RT. Soenarto. Soenarto pun setuju dan mengerahkan pemuda-pemuda RT bersatu dengan buruh Jenne untuk melakukan penyerbuan tiga hari kemudian.

Pada Hari-H, Soenarto berhasil mengerahkan 20 pemuda dari RT-nya. Bersama 30 buruh asal Banten, dengan bersenjata tajam saja, mereka berniat menyerang serdadu-serdadu Jepang. 

Soenarto, selaku Pak RT, bersama Udin, yang memimpin pengepungan terhadap serdadu-serdadu Jepang itu. 

Merasa sudah terkepung orang-orang yang cuma bermodal nekad dan senjata tajam, serdadu-serdadu bersenjata api itu pun pasrah dan menyerah. 

Alhasil, 20 senapan, 5 pistol revolver, sejumlah pedang, 2 mobil, dan satu sepeda motor jadi rampasan perang warga RT dan buruh-buruh asal Banten itu. Tidak lupa, Sang Saka Merah-Putih mereka kibarkan setelah serbuan sukses dan sebagai tanda wilayah yang dipimpin Soenarto pun jadi RT yang punya senjata. 

Namun beelakangan, menurut catatan Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya 2, Jaringan Asia (1996), RT tetap dikaitkan dengan keamanan dan pengawasan setelah Indonesia Merdeka yang menyebutkan bahwa Sistem RT ini yang tertuang dalam tulisannya bahwa:
Memungkinkan suatu pengawasan ketat berkotak-kotak dari penduduk. Kendatipun tujuannya adalah pertahanan sipil penduduk, sistem ini sangat efisien sebagai pengawasan politis. Kita menyadarinya pada saat ada kontrol identitas yang dilakukan setelah peristiwa 1965.
(Hlm.278)
☆☆☆☆☆
Ketua RT Masa Sekarang
Di masa kini, di mata orang awam, RT lebih banyak dipandang sebagai lembaga yang cuma berfungsi administratif dan melakukan urusan remeh-temeh. Orang hanya ingat RT ketika butuh surat pengantar untuk membuat KTP, KK, dan surat-surat lainnya. Dan ketika berebut bantuan Program-Program bantuan pemerintah. Namun, apabila mereka tidak mendapatkannya hal itu akan menjadi sebuah hujatan yang langsung diarahkan ke Ketua RT. 
☆☆☆☆☆

No comments:

Post a Comment

Kami harapkan artikel yang ada dapat bermanfaat bagi pembaca setia kami. Kami Harapkan saran dan kritik yang membangun atas artikel maupun blog kami. Dan jangan lupa berlangganan artikel kami. Terima Kasih

Ttd.
Admin Blog Kartar Mahameru RT.15 RW.02 Kel. Jepara Surabaya